Archives for the month of: September, 2012

BAHASA DAN KETUNARUNGUAN

PENDAHULUAN
Pemerolehan dan perkembangan bahasa berkaitan erat dengan kemampuan pendengaran seseorang, karena pemerolehan dan perkembangan bahasa dalam prosesnya banyak dipengaruhi oleh sedikit banyaknya akses bunyi-bunyi dari lingkungan, khususnya akses bunyi bahasa yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya, walaupun sebenarnya akses pendengaran bukan satu-satunya penentu pemerolehan dan perkembangan bahasa seseorang. Contohnya, dapat dilihat dari beberapa kasus orang yang mengalami gangguan pendengran berat tetapi perkembangan bahasanya cukup baik, bahkan ada yang kemampuan berbahasanya hampir mendekati kemampuan orang-orang yang mendengar. Anda pasti mengetahui kasus-kasus tersebut. Kondisi ini terjadi berkat bantuan para professional, khususnya para pendidik orang-orang yang mengalami gangguan pendengran (tunarungu). Jadi, bantuan profesional turut memberikan kontribusi dalam pemerolehan bahasa, khususnya pemerolehan bahasa orang yang mengalami gangguan pendengaran (tunarungu).
Berdasarkan beberapa kenyataan tersebut, anda sebagai calon profesional dalam pendidikan anak tunarungu, perlu memahami
permasalahan-permasalahan kebahasaan orang-orang yang mengalami ketunarunguan dan memahami hakekat bahasa itu sendiri.
A. Tujuan
Sesuai dengan dasar-dasar kompetensi yang perlu dimiliki dan dikembangkan oleh calon profesional pendidikan anak tunarungu, modul ini bertujuan agar anda memiliki dan mampu mengembangkan kompetensi, yang meliputi permasalahan-permasalahan ketunarunguan, cara-cara pemerolehan bahasa dan hakekat bahasa itu sendiri. Secara lebih rinci, tujuan modul ini dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Anda diharapkan memahami permasalahan-permasalahan ketunarunguan, khususnya permasalahan kemampuan bahasanya
2. Anda diharapkan memahami proses pemerolehan bahasa anak-anak pada umumnya dan anak-anak yang mengalami ketunarunguan
3. Anda diharapkan memahami hakekat bahasa sebagai media komunikasi, dalam hal ini anda dapat membedakan bahasa dan komunikasi.
4. Anda sebagai calon profesional dalam bidang pendidikan anak tunarungu diharapkan memahami konsep artikulasi
5. Anda sebagai calon profesional dalam bidang pendidikan anak tunarungu diharapkan memahami konsep optimalisasi fungsi pendengaran untuk kegiatan komunukasi
B. Manfaat
Modul ini diharapkan akan sangat bermanfaat bagi pengembangan teori, khususnya dalam pengembangan keterampilan berbahasa anak tunarungu. Dengan mempelajari modul ini Anda diharapkan memperoleh (a) pengetahuan yang berarti untuk meningkatkan profesionalisme Anda (b) wawasan tentang permasalahan-permasalahan ketunarunguan yang berkaitan dengan perkembangan kebahasaannya, (c) pemahaman yang memadai tentang ketunarunguan dan pemerolehan bahasanya, juga diharapkan memperoleh (d) wawasan tentang cara-cara mengoptimalkan fungsi pendengaran, (e) cara-cara mengartikulasikan bunyi bahasa
C. Strategi
Setelah Anda memahami tujuan dan manfaat mempelajari modul ini, ikutilah bagian modul ini secara bertahap berkelanjutan. Siapkanlah diri anda sebagai pembelajar yang selalu ingin tahu dan ingin menerapkan pengetahuan. Yakinkan bahwa Anda akan berhasil menguasasi materi dan dapat mempraktikkannya dengan baik. Bacalah bagian demi bagian dengan suasana hati yang tenang, carilah tempat belajar yang nyaman. Jika perlu gunakan musik pengiring kesukaan Anda saat membaca. Pelajari setiap bagian secara cermat dan seksama. Beberapa pertanyaan dan panduan akan mencoba mengaitkan bagian
ini dengan apa yang pernah Anda ketahui. Agar motorik Anda ikut aktif, buatlah catatan-catatan khusus.
KEGIATAN BELAJAR 1 :
Bahasa dan Ketunarunguan
Manusia adalah mahluk individu yang tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan social, semenjak kelahirannya proses perkembangan individu manusia diwarnai oleh kematangan dan hasil pembelajaran yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya, karena individu manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya sesuai dengan pengalaman dan tingkat kematangannya. Pada saat pertama setelah kelahirannya, individu manusia (bayi) melakukan interkasi melalui gerak-gerak fisik – menggerak-gerakan anggota badan, kaki, tangan, dan tangisan, sejalan dengan kematangan fungsi-fungsi organ fisik dan psikisnya serta pengalamannya, pola interkasi bayi sedikit demi sedikit mengalami perubahan, dari yang sifatnya fisik berubah menuju yang sifatnya verbal dan pada akhirnya interkasi mereka lebih efisein dan efektif dengan cara verbal – sesuai dengan pemerolehan dan perkembangan bahasanya.
Individu manusia yang ”normal” (mendengar) setiap saat selalu berinteraksi dengan individu-individu manusia lainnya, baik dalam lingkungan keluarga (terdekatnya) maupun dengan lingkungan masyarakatnya. Peristiwa interaksi tersebut dapat terjadi karena masing-masing mendapatkan akses melalui pendengarannya serta saling mengerti dan memahami makna simbol dan maksud yang dikomunikasikan dalam interaksi tersebut.
Interkasi dalam komunikasi pada umumnya menggunakan media. Media yang digunakan berupa simbol atau tanda-tanda yang disebut sebagai bahasa. Permasalahannya, tidak semua media (bahasa) difahami oleh semua orang, karena setiap komunitas memiliki simbol-simbol sendiri. Misalnya, orang Minahasa memiliki bahasa, tetapi belum tentu
dapat melakukan interaksi komunikasi dengan orang Sunda yang notabene telah memiliki simbol atau bahasa sendiri yang berbeda dengan orang Minahasa. Ini menunjukkan bahwa interaksi dalam berkomunikasi dapat terlaksana apabila simbol atau bahasa yang digunakan dimengerti dan difahami oleh dua belah pihak pelaku interaksi, atau simbol yang digunakan disepakati bersama oleh pihak-pihak pelaku interaksi.
Bahasa yang digunakan dalam melakukan interaksi komunikasi umumnya menggunakan bahasa lisan atau bahasa oral. Bahasa ini paling banyak diperoleh melalui akses pendengaran, karena bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap menghasilkan pola-pola getaran (arus bunyi), getaran-getaran tersebut paling mudah diakses melalui alat-alat pendengaran. Dan setelah diakses melalui alat-alat pendengarannya, kemudian disimpan dalam ingatannya di daerah bagian otak (sound-bank), kemudian ditiru (diucap ulang) sehingga terjadi yang disebut dengan pemerolehan bahasa. Hal tersebut menunjukkan bahwa, modalitas utama untuk berbahasa lisan dengan baik diperlukan kemampuan mendengar yang baik dan alat ucap yang mampu memproduksi bunyi bahasa serta memiliki kemampuan menafsirkan simbol-simbol tersebut.
Permasalahannya, bagaimana dengan orang yang mengalami gangguan pendengaran ?
Orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran pada umumnya mengalami kesulitan dalam mengakses bunyi bahasa, karena alat-alat pendengaran mereka kurang/tidak mampu mengakses bunyi-bunyi bahasa yang terjadi di lingkungannya. Dengan demikian, orang yang mengalami gangguan pendengaran, kemampuan berbahasa lisannya akan mengalami hambatan, karena modalitas utama untuk melakukan peniruan pola-pola bunyi bahasa yang tumbuh dan berkembang di lingkungannya tidak dimiliki, artinya kemampuan
pendengarannya tidak cukup untuk mengakses pola bunyi bahasa di lingkungannya.
Agar orang yang mengalami gangguan pendengaran dapat berbahasa lisan mendekati kemampuan orang yang mendengar, mereka perlu dilatih kemampuan sisa-sisa pendengarannya sehingga dapat dioptimalkan untuk mengakses bunyi bahasa dan perlu diberikan pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan cara pengucapannya, dan apabila sisa-sisa kemampuan pendengarannya tidak dapat difungsikan lagi untuk mengakses bunyi bahasa karena adanya gangguan pendengarannya yang berat, maka alat-alat indera lainnya, seperti perasaan vibrasinya perlu dilatihkan agar dapat dimanfaatkan sebagai pengganti fungsi indera pendengarannya. Dan apabila ini sulit dilakukan maka orang yang mengalami gangguan pendengaran akan mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa lisannya.
Orang-orang yang sudah tidak memungkinkan lagi mengakses bunyi bahasa melalui indera pendengarannya dan orang yang mengalami kesulitan memproduksi bunyi bahasa karena adanya kerusakan organ bicara atau kelayuan syaraf-syaraf organ bicaranya perlu ada alternatif bahasa lainnya yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan interaksi komunikasinya, misalnya: media isyarat, abjad jari, atau simbol-simbol lainnya yang dapat diakses melalui indera penglihatan dan indera perabaan. Dengan demikian, orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran perlu mempelajari dan memiliki media komunikasi yang memungkinkan untuk dapat terjadinya interaksi komunikasi.
Anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran sebagaimana anak-anak pada umumnya yang mendengar, mereka membutuhkan media untuk mengkomunikasikan gagasan, perasaan, dan pikiran-pikirannya kepada orang lain. Menurut Bunawan (1996) terdapat beberapa cara berkomunikasi yang dapat dilakukan orang, termasuk orang-orang yang mengalami gangguan pendengaran, antara lain
melalui: gesti dan atau ekspresi muka, suara tanpa menggunakan kata-kata, wicara, tulisan, dan media lain seperti lukisan dan dan sebagainya.
Hakekat komunikasi dan bahasa
Setiap makhluk tidak hanya makhluk manusia, termasuk binatang selalu mengadakan komunikasi. Kita perhatikan ayam, misalnya ketika ada bahaya, atau ketika menemukan makanan, induknya mengkomunikasikan kepada anaknya dengan cara mengeluarkan suara atau dengan gerakan-gerakan tertentu, begitupun binatang lainnya, memiliki cara-cara tertentu dalam mengkomunikasikannya. Ini dapat difahami bahwa komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sebenarnya cara komunikasi yang digunakan tidak menjadi persoalan, yang terpenting adalah pesan/kehendak dapat disampaikan kepada yang lainnya. Demikian juga komunikasi pada manusia, pesan dapat dikomunikasikan melalui berbagai cara atau ragam, walaupun manusia selalu cenderung menggunakan cara bicara. Misalnya, ketika memanggil seseorang, dapat dilakukan dengan berbagai cara, dapat dilakukan dengan cara bicara, isyarat, atau dengan gesti. Dalam hal ini, cara tidak terlalu penting, yang penting bahwa orang yang dipanggil mengerti pesan komunikasi yang dimaksud. Komunikasi dapat berlangsung apabila orang yang diajak berkomunikasi memahami cara/media komunikasi yang digunakan.
Komunikasi
Komunikasi menurut kamus Macquarie dalam Bunawan (1996) adalah keberhasilan dalam menyampaikan pesan/pikiran/gagasan seseorang kepada orang lain. Dalam batasan tersebut, dapat dikemukakan dua aspek penting dalam berkomunikasi, yaitu:
1. Adanya keberhasilan dalam menyampaikan gagasan/pikiran /perasaan
2. Tidak adanya ketentuan tentang bentuk/cara komunikasi yang perlu digunakan, karena dalam batasan tersebut tidak menyebutkan
perlunya digunakan cara tertentu, misalnya harus cara lisan, ragam tulisan, atau isyarat dan gambar tertentu. Ini menunjukkan bahwa komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, artinya dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan, gesti, isyarat, ekspresi muka, suara tanpa kata-kata dan lainnya. Inti dari komunikasi yaitu tersampaikannya pesan-pesan dengan utuh
Bahasa
Bahasa merupakan sesuatu yang berbeda dengan komunikasi. Bahasa merupakan suatu ragam yang khas yang disepakati bersama untuk berkomunikasi.
Bahasa merupakan suatu kode atau sistem lambang. Setiap benda atau sesuatu memiliki lambang tersendiri. Dengan demikian, memahami suatu bahasa berarti mengetahui dan mengerti kode/lambang dan aturannya. Ada lambang untuk setiap benda, dan ada pula lambang untuk segala perasaan orang, dan setiap lambang bahasa tersebut memiliki aturan. Untuk itu, memahami suatu bahasa, berarti mengenal lambangnya, tahu artinya dan memahami aturannya atau cara menyusun lambang-lambang tersebut sehingga difahami oleh orang lain. Menurut Bloom & Lakey dalam Bunawan (1996), bahasa merupakan suatu kode dimana gagasan/ide tentang dunia/lingkungan sekitar diwakili oleh seperangkat simbol yang telah disepakati bersama guna mengadakan komunikasi. Dengan demikian, mengetahui suatu bahasa, berarti mengetahui seperangkat simbol dan mengetahui aturannya serta mengetahui cara/sistem komunikasinya. Ada dua hal penting agar gagasan/pesan/pikiran dan perasaan dapat disampaikan kepada orang lain, yaitu: (1) mengetahui bahasa atau simbolnya, dan (2) memiliki cara komunikasi dalam bahasa tersebut.
Bicara atau bahasa lisan merupakan salah satu cara atau media berkomunikasi yang paling banyak digunakan orang, walaupun terdapat cara-cara berkomunikasi lainnya, seperti melalui tulisan dan lainnya, tetapi cara lisan merupakan cara komunikasi yang paling lengkap dan
paling banyak digunakan orang. Berkomunikasi, baik cara lisan maupun tulisan atau lainnya tetap memiliki lambang bahasa dan aturan-aturan. Ini difahami, bahwa apabila ingin menyampaikan pesan/gagasan/pikiran kepada orang lain, harus mengetahui cara memilih lambangnya, mengetahui aturan cara memakainya atau cara menyusunnya agar dapat difahami orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memahami suatu bahasa harus: (a) mengetahui lambang, (b) mengetahui aturan dan (c) mengetahui cara mengkomunikasikannya
Seseorang yang mengetahui suatu bahasa dapat memiliki satu atau lebih cara berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Hal tersebut maksudnya adalah memiliki suatu cara berkomunikasi tetapi tidak mengetahui suatu bahasa. Misalnya seorang penatar orang Australia, dia menguasai cara komunikasi secara lisan (bicara), tetapi tidak menguasai bahasa Indonesia, ingin mengkomunikasikan pesan kepada orang Indonesia. Dalam keadaan demikian tanpa penerjemah, percuma saja untuk berkomunikasi dengan bicara. Ini dapat disimpulkan bahwa ada dua konsep penting komunikasi, yaitu:
1. Orang dapat berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi komunikasi akan menjadi lebih efektif apabila menggunakan suatu bahasa. Ini menunjukkan bahwa mengetahui kode dan aturan suatu bahasa, maka akan terjadi komunikasi yang efektif
2. Bahasa mengandalkan satu atau lebih cara komunikasi, yaitu lisan dan tulisan, malahan dapat juga dengan isyarat, yang penting adalah bahwa lambang dan aturannya tetap sama, yang berbeda hanya cara atau metode komunikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa dan komunikasi merupakan dua hal yang berbeda tetapi ada hubungannya
Wicara
Cara komunikasi Tulisan menggunakan lambang dan
Isyarat aturan yang sama
Anak yang memiliki gangguan pendengaran tidak dapat atau kurang mampu berbicara dengan baik. Berbicara bukan satu-satunya cara untuk berkomunikasi, karena bicara merupakan salah satu cara dari sekian cara berkomunikasi, maka permasalahan utama anak yang mengalami gangguan pendengaran bukan pada ketidak-mampuannya dalam berkomunikasi melainkan akibat dari hal tersebut terhadap perkembangan kemampuan berbahasanya, yaitu ketidak-mampuan untuk memahami lambang dan aturan bahasa.
Kemampuan berbahasa tidak diperoleh melalui penularan begitu saja (kematangan) dan juga tidak melalui diajar secara khusus (language is neither caught nor taught). Contoh, bayi yang baru lahir tidak tahu bahasa dan tidak tahu lambang bahasa, juga tidak ada orang yang sengaja mengajar bahasa ibu kepadanya. Lalu apa yang terjadi sebenarnya sampai bayi mampu berbahasa ? menurut Chomsky bahwa ”struktur bahasa telah ditentukan secara biologis.” Dengan demikian, anak sejak semula sudah memiliki kemampuan untuk berkembang kemampuan berbahasanya. Para nativisme memiliki hipotesis adanya sifat-sifat linguistik yang universal, sifat-sifat ini dapat ditemukan pada semua bahasa, berbagai bahasa dalam bentuk luarnya tampak berbeda, tetapi prinsip fundamentalnya sama. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan awal dan kecakapan awal anak merupakan faktor pembawaan.
Chomsky membuat suatu model untuk menunjukkan bagaimana anak belajar tata bahasa. Model ini dikenal sebagai Language Acquisition Device (LAD)
Kemampuan tata bahasa
Data linguistik (kemampuan memben-(input) tuk dan mengerti kalimat) Output LAD
Pengolahan
LAD mendapatkan inputnya dari data bahasa dari lingkungan. Kemudian LAD menjabarkan aturan tata bahasa dari data tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan karena LAD memiliki struktur internal yang dapat menjabarkan struktur yang sama dalam semua bahasa dan juga yang ada dalam data bahasa yang masuk tersebut. Dengan kata lain, sistem LAD tersebut mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk dapat mengadakan penjabaran atau ekstrasi.
Tata bahasa yang generatif transformasonal dalam hal ini memegang peranan yang penting, dia menghubungkan apa yang didengar (struktur permukaan, misalnya besok pagi hari libur, ibu memanggil adik, banyak mobil di jalan) dengan apa yang dimaksudkan (struktur dalam). Tata bahasa ini mengadakan spesifikasi bagaimana arti yang ada di belakangnya dapat diubah menjadi suatu kalimat.
Belajar bicara dan perkembangan struktur neural yang spesifik yang berhubungan dengan bahasa memiliki lokalisasi terutama dalam hemispeer otak bagian kiri dan keduanya berhubungan erat satu sama lain. Apabila terdapat kerusakan pada struktur ini maka pengaruhnya lebih buruk terhadap kemungkinan belajar berbicara, terlebih kalau kerusakannya terjadi pada waktu perkembangan masa anak, sedangkan kaum empirisme, seperti Skinner lebih mendasarkan diri pada teori belajar, dia berpendapat bahwa ”anak dilahirkan tidak membawa kemampuan apa-apa”. Menurut teori belajar klasik, anak-anak belajar bahasa melalui operant conditioning. Anak harus banyak belajar, juga belajar berbahasa yang dilakukan melalui imitasi, belajar model, dan belajar dengan reinforcement. Skinner menggunakan teori stimulus respons dalam menerangkan perkembangan bahasa. Sejalan dengan Skinner yaitu Teori belajar sosial (Bandura) yang berpendapat anak belajar bahasa karena menirukan suatu model.
Teori belajar dapat memberikan pengertian mengenai peranan interaksi. Misalnya, ibu dengan anaknya yang sedang belajar bahasa. Para ibu memiliki kecenderungan untuk menerima kalimat yang salah
menurut tata bahasa, asal isinya benar, artinya bila anak dapat menyatakan dengan baik apa yang ingin dikatakannya. Sebaliknya para ibu tidak mau menerima kalimat yang sebetulnya benar menurut tata bahasa, tetapi tidak benar isinya: I want ice cream – Daddy eats meat.
Bahasa ibu dikuasai anak mendengar apabila terdapat dua kondisi terpenuhi, yaitu:
1. anak memperoleh akses bahasa ibu dalam jumlah yang banyak (berada dalam lingkungan bahasa atau anak mandi bahasa). Kata pertama yang biasanya anak ucapkan adalah kata ”mama.” Mengapa ? selain kata tersebut mudah dilafalkan, berdasarkan hasil penelitian, kata tersebut paling sering diucapkan kepada anak. Dalam satu minggu, kata mama tersebut diucapkan sampai 3000 kali. Jadi lambang pertama yang diproduksi anak adalah lambang yang paling sering didengarnya. Jadi syarat utama agar anak berbahasa adalah akses terhadap bahasa dalam jumlah yang besar.
2. adanya kesempatan untuk berinteraksi secara aktif. Selain akses terhadap bahasa masih diperlukan syarat lain. Penelitian yang dilakukan oleh A. Trip, dalam penelitiannya yaitu meneliti keluarga yang menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi kepada tiga anaknya yang mendengar. Keluarga tersebut hidup di suatu daerah terpencil di Amerika Serikat dan jarang berhubungan dengan orang-orang yang mendengar. Keluarga tersebut menginginkan agar anaknya mampu berbahasa lisan (bahasa Inggris), maka ketiga anaknya itu sering didudukkan di depan televisi agar anaknya menerima akses bahasa Inggris, tetapi ternyata sewaktu diadakan penelitian dan anak-anaknya yang berusia 4,6, dan 7 tahun tersebut, tidak ada diantara mereka yang bisa berbahasa Inggris secara lisan, mereka hanya mampu mengucapkan beberapa kata atau memiliki beberapa lambang, dan mereka tidak mengerti aturan dalam bahasa dan tidak dapat memahami ketika diajak berbicara, mereka hanya bisa berbahasa isyarat. Pertanyaannya, mengapa mereka tidak dapat
berbahasa Inggris walaupun ada akses bahasa Inggris yang banyak melalui televisi. Karena untuk menguasai bahasa bukan hanya akses bahasa yang banyak tetapi ada persyaratan lain yaitu harus ada interaksi secara aktif dalam bahasa tersebut. Penguasaan bahasa akan tumbuh apabila ada akses bahasa dan ada interaksi (percakapan) yang aktif.
Anak yang mendengar melakukan cara komunikasi melalui mendengar bicara orang lain di sekitarnya dan berbicara dengan orang di sekitarnya dan pada waktu masih bayi belum berbahasa tetapi memiliki cara komunikasi, yaitu mendengar dan berbicara (aural dan oral). Dengan demikian, bahasa dapat berkembang melalui kegiatan komunikasi.
Bagaimana dengan anak yang memiliki gangguan pendengaran ? mereka dapat dikatakan tidak memiliki cara berkomunikasi yang dapat diandalkan. Anak yang mengalami kehilangan pendengaran berat, tidak memiliki akses terhadap bahasa dan tidak memiliki kesempatan berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan berbahasa lisan, dan ini mengakibatkan bahasa mereka tidak akan berkembang, karena tanpa metode komunikasi yang baik tidak mungkin kemampuan bahasa dapat berkembang dengan baik. Agar kemampuan berbahasa anak yang memiliki gangguan pendengaran berkembang, mereka perlu dibekali suatu cara komunikasi yang dapat diandalkan, dan untuk anak yang memiliki gangguan pendengaran ringan diupayakan mereka menggunakan ABM agar mereka dapat mengakses bahasa lisan, dibekali latihan-latihan cara komunikasi lisan (berbicara) agar mereka dapat berinteraksi dengan orang-orang pada umumnya di lingkungan sekitarnya.
Anak-anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar berat diperlukan cara komunikasi yang berbeda, yaitu dengan isyarat. Dengan menggunakan isyarat, akan menggunakan bahasa yang sama tetapi cara komunikasinya yang berbeda. Misalnya, kata pena dapat
diucapkan, ditulis atau diisyaratkan, dan melalui komunikasi isyarat akan ada akses terhadap bahasa dan kemudian dapat berinteraksi dengan isyarat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak akan mulai berkomunikasi dengan isyarat pada usia yang lebih muda dari pada dengan bicara. Isyarat pertama muncul pada usia 10 bulan, sedangkan kata perama yang diucapkan baru muncul pada usia 14 bulan. Jadi dengan menggunakan cara komunikasi isyarat akan terpenuhi proses perkembangan bahasa yang sama seperti cara komunikasi dengan bicara. Kita perlu menyadari akan adanya perbedaan antara bahasa dan komunikasi. Berbagai cara komunikasi dapat digunakan agar terjadi penguasaan bahasa yang sama, walaupun cara bicara merupakan cara komunikasi yang paling efektif, dan kita perlu menyadari bahwa untuk anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar berat kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang tanpa menggunakan isyarat. Jadi isyarat dapat digunakan sebagai media dalam meningkatkan kemampuan berbahasanya, termasuk untuk meningkatkan kemampuan berbahasa lisannya
Komunikasi total dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan kemampuan berbahasa anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar berat, karena dengan menggunakan komunikasi total, isyarat maupun berbicara tersedia, karena di dalam penggunaaan komunikasi total, isyarat dan berbicara dilakukan secara bersamaan. Dengan demikian, apabila komunikasi total dilaksanakan dengan utuh maka kemampuan berbicaranya akan semakin baik. Bagi anak yang masih memiliki sisa pendengaran, akses lewat pendengaran, membaca ujaran (speech reading) dan secara visual dengan isyarat perlu dilatihkan dan ditingkatkan.
Banyak cara komunikasi yang dapat dijadikan alternatif dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak yang mengalami gangguan pendengaran, cara komunikasi tersebut dapat menggunakan media isyarat, abjad jari, oral, grafis (tulisan) aural (media suara yang
dapat ditangkap lewat pendengaran), media komunikasi campuran (combined system) seperti oral dengan isyarat; oral dengan abjad jari; oral dengan tulisan, atau dengan komunikasi total, dan penekanan semua cara komunikasi tetap harus pada peningkatan dan pengembangan bahasa oral (berbicara)
Agar anak yang mengalami ketunarunguan, dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya atau pemerolehan bahasanya baik, khususnya pemerolehan kemampuan berbicaranya, ada beberapa kondisi yang dapat mengoptimalkan pemerolehan bahasa mereka, yaitu:
1. akses terhadap sejumlah besar bahasa. Untuk anak yang memiliki gangguan pendengaran banyak cara atau alternatif. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan ringan dan sedang mungkin cukup dengan memakaikan alat bantu mendengar, dan untuk yang berat dapat menggunakan media isyarat
2. masukkan bahasa yang diperoleh anak harus lengkap. Artinya apabila berbicara dengan anak, gunakan kalimat singkat, sederhana tetapi lengkap dari segi tata bahasanya, walaupun anak masih menggunakan tata bahasa yang belum lengkap
3. orangtua/guru harus menggunakan bahasa yang berada sedikit di atas taraf kemampuan bahasa anak, dan jangan terlalu disederhanakan, agar anak dapat meningkatkan kemampuan bahasanya
4. masukkan bahasa harus diberikan dalam konteks atau situasi komunikasi yang jelas, agar anak dapat memahami interaksi yang terjadi. Misalnya, waktu anak masih kecil, mereka ajak berbicara mengenai hal-hal yang konkrit di lingkungannya, lama kelamaan ditingkatkan kepada pembicaraan yang abstrak agar anak dapat memahami pembicaraan yang di luar konteks, tetapi pada tahap awal konteks harus jelas
5. masukkan informasi harus berlangsung secara konsisten. Artinya harus ada orang yang menguasai bahasa yang digunakan dalam berinterkasi dengan anak. Misalnya, untuk anak gangguan pendengaran berat harus ada orang yang menguasai sistem isyarat supaya masukkan lengkap dan konsisten
6. lingkungan yang menunjang dan positif terhadap bahasa yang diungkapkan anak. Dalam belajar bahasa memerlukan suasana yang menyenangkan agar anak tidak merasa malu atau ragu belajar dan tidak takut salah, dan belajar bahasa banyak diawali dari kekeliruan-kekeliruan yang kemudian dikoreksi dengan cara memberi contoh yang baik
7. menggunakan kosa kata atau tata bahasa yang konsisten. Berkomunikasi dengan anak pada tahap awal, gunakan kata atau isyarat dan aturan yang tetap sama setiap saat, terlebih dalam menggunakan isyarat.
8. bahan pembicaraan menarik minat anak dan interkasi harus berlangsung dalam situasi yang wajar
9. bagi anak gangguan pendengaran berat harus banyak orang di lingkungannya yang menguasai sistem isyarat, dan bagi anak yang mengalami gangguan pendengaran ringan berikan kesempatan untuk menangkap bunyi yang banyak melalui penggunaan alat bantu mendengar
10. lingkungan yang positif dan bersemangat serta menghargai setiap usaha anak. Guru dan lingkungan yang menaruh kepercayaan terhadap kemampuan anak
11. menyediakan unpan balik bagi anak, anak perlu tahu kapan mereka melakukan yang benar dan kapan mereka melakukan yang keliru, tetapi bukan dengan cara menyalahkan tetapi dengan memberikan contoh yang baik
12. gunakan pendekatan percakapan sebagai model pembelajaran
Rangkuman
Ketunarunguan berdampak terhadap kemampuan berbahasa, karena kegiatan berbahasa banyak diwarnai oleh kemampuan pendengaran. Ini menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gangguan pendengaran (ketunarunguan) dalam pengembangan potensinya perlu diawali dengan pengembangan kemampuan berbahasanyanya, karena bahasa merupakan sarana untuk mendapatkan pengetahuan.
Bahasa dan komunikasi merupakan dua hal yang berbeda tetapi memiliki hubungan. Komunikasi adalah keberhasilan dalam menyampaikan pesan/pikiran/gagasan seseorang kepada orang lain. Dalam komunikasi ada dua asepek penting, yaitu: (1) adanya keberhasilan dalam menyampaikan gagasan/pikiran/perasaan, dan (2) tidak adanya ketentuan tentang bentuk/cara komunikasi yang perlu digunakan, karena dalam batasan tersebut tidak menyebutkan perlunya digunakan cara tertentu. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, artinya dapat dilakukan dengan cara lisan, tulisan, gesti, isyarat, ekspresi muka, suara tanpa kata-kata dan lainnya yang penting yaitu tersampaikannya pesan-pesan secara utuh
Bahasa merupakan sesuatu yang berbeda dengan komunikasi. Bahasa merupakan suatu ragam yang khas yang disepakati bersama untuk berkomunikasi. Bahasa merupakan suatu kode atau sistem lambang. Setiap benda atau sesuatu memiliki lambang tersendiri. Untuk itu, memahami suatu bahasa berarti mengetahui dan mengerti kode/lambang dan aturannya. setiap lambang bahasa memiliki aturan. Memahami suatu bahasa, berarti mengenal lambangnya, tahu artinya dan memahami aturannya atau cara menyusun lambang-lambang tersebut sehingga difahami oleh orang lain.
Bahasa merupakan suatu kode dimana gagasan/ide tentang dunia/lingkungan sekitar diwakili oleh seperangkat simbol yang telah disepakati bersama guna mengadakan komunikasi.
Pemerolehan bahasa menurut faham empirisme dan nativisme berbeda. Menurut faham empirisme ”anak dilahirkan tidak membawa kemampuan apa-apa”. Menurut teori belajar klasik, anak-anak belajar bahasa melalui operant conditioning. Anak harus banyak belajar, juga belajar berbahasa yang dilakukan melalui imitasi, belajar model, dan belajar dengan reinforcement. Sedangkan menurut pandangan nativisme adalah ”struktur bahasa telah ditentukan secara biologis.” Anak sejak semula sudah memiliki kemampuan untuk berkembang kemampuan berbahasanya. Para nativisme memiliki hipotesis adanya sifat-sifat linguistik yang universal, sifat-sifat ini dapat ditemukan pada semua bahasa, berbagai bahasa dalam bentuk luarnya tampak berbeda, tetapi prinsip fundamentalnya sama. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan awal dan kecakapan awal anak merupakan faktor pembawaan.
Evaluasi
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan anda dalam mempelajari modul ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
1. Mengapa anak yang mengalami ketunarunguan mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Jelaskan menurut pemahaman anda
2. Bagaimana proses seseorang sampai mendapatkan pemerolehan bahasa ?
3. Apakah anak yang mengalami ketunarunguan dalam hal pemerolehan bahasa sama dengan anak yang mendengar ?
4. Kemukakan perbedaan faham nativisme dan empirisme dalam pemerolehan bahasa ?
5. Komunikasi dan bahasa dua hal yang berbeda walaupun memiliki hubungan. Jelaskan perbedaan komunikasi dan bahasa ?

ARTIKULASI & OPTIMALISASI FUNGSI PENDENGARAN

KEGIATAN BELAJAR 2:
Dampak kehilangan kemampuan mendengar yang paling menonjol adalah mengalami kekurangmampuan dalam melakukan komunikasi, khususnya dalam melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa yang wajar (lisan). Mengatasi kekurangmampuan melakukan komunikasi dengan bahasa yang wajar, dapat dilakukan melalui latihan-latihan auditori (mengoptimalkan fungsi pendengaran) dan latihan cara mengucapkan bunyi bahasa atau latihan artikulasi.
Pendidik atau calon pendidik anak tunarungu perlu memiliki pengetahuan cara-cara mengartikulasikan bunyi bahasa dan cara-cara memanfaatkan sisa-sisa pendengaran untuk kegiatan komunikasi, dan memiliki keterampilan cara-cara memotivasi, merancang, melatih dan menilai pengucapan bunyi bahasa serta melakukan asesmen kemampuan pengucapan bunyi bahasa anak tunarungu.
Latihan artikulasi dan optimalisasi fungsi pendengaran bagi anak gangguan pendengaran bertujuan agar anak yang mengalami gangguan pendengaran mampu mengembangkan berbahasa secara wajar (lisan), yaitu:
– Membentuk pola ucapan bunyi bahasa yang sesuai dengan aturan
– Memfungsikan organ-organ bicara yang mengalami kekakuan
– Menyadari bahwa setiap pola ucapannya apabila dirangkaikan antara satu dengan lainnya dapat menimbulkan makna-makna tertentu
– Terhindar dari sifat verbalisme
– Menambah perbendaharaan kata untuk kepentingan komunikasi
– Mengembangkan potensinya
– Mengembangkan kepribadiannya
– Mengembangkan emosi secara wajar dan mampu melakukan hubungan sosial dengan baik
A. Pengertian Artikulasi
Pengertian artikulasi sering digunakan orang untuk menunjukan maksud yang berbeda-beda, politikus sering mengatakan ”artikulasikan kehendak rakyat”, seniman sering mengatakan ”penyanyi itu memiliki kemampuan artikulasi yang baik. Dengan demikian kata tersebut sering mengalami perluasan maknanya bahkan pergeseran makna dari maksud kata aslinya. Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, khususnya antara penulis dengan anda, berikut ini dikemukakan pengertian artikulasi yang dimaksud dalam konteks modul ini.
Pengertian artikulasi dalam konteks modul ini yaitu gerakan otot-otot bicara yang digunakan untuk berbicara. Otot-otot bicara dalam hal ini yaitu bibir, lidah, velum, sedangkan yang menggerakkan otot-otot bicara tersebut yaitu syaraf cranial, yaitu nervus 10 atau nervus vagus, nervus 12 atau nervus gloso pharyngius dan nervus 5 9. Nervus 10 mensyarafi otot-otot velum, dan nervus 12 yang mensyarafi dinding pharing.
Jadi yang dimaksud dengan artikukasi dalam hal ini adalah gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi bahasa yang sesuai dengan pola-pola yang standar sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
Pengartikulasian bunyi bahasa atau suara akan terbentuk apabila adanya koordinasi unsur motoris (pernafasan), unsur yang bervibrasi (tenggorokan dengan pita suara), dan unsur yang beresonansi (rongga penuturan: rongga hidung, mulut dan dada). Apabila terdapat kelainan atau kerusakan pada salah satu unsur tersebut, maka akan mengakibatkan gangguan dalam artikulasinya. Ada beberapa gangguan yang menyebabkan artikulasi kurang baik, antra lain:
Gangguan pernafasan dapat terjadi karena: 1). Alat-alat pernafasan tidak sempurna, seperti: sakit paru-paru, pleuritis atau radang diselaput-selaput yang menyelubungi paru-paru, gangguan dalam susunan yang menghubungkan paru-paru dengan bagian luar, gangguan otot-otot pernafasan, dan gangguan saraf-saraf yang merangsang otot pernafasan, 2) alat pernafasan sempurna tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya
Kumpulan otot-otot dalam pita suara dapat menyebabkan gangguan pembentukan suara. Faktor-faktor penyebabnya antata lain:
1. Gangguan sentral yaitu gangguan pada saraf recurreus atau cabang saraf kelana yang merangsang si otot-otot di pita suara
2. Gangguan ferifer yaitu adanya penghalang dalam hantaran ke urat-urat saraf dari urat-urat syaraf.
Jenis-jenis penyakit akibat kelumpuhan otot, antara lain
1. Satu pita suara tidak dapat bekerja, karena otot-ototnya tidak terangsang lagi. Penyakit ini dapat menyebabakan ”suara esek”
2. Kumpulan otot-otot suara: muscle. Posticus. Otot Posticus ini yang membuka celah suara, kulumpuhan ini menyebabkan pita suara tidak dapat digerakkan.
3. Aphoni: Tidak ada suara. Termasuk gangguan fungsional, yakni pita suara tidak dapat ditutup sehingga tidak ada suara.
4. Phonastani: Suara kurang keras. Termasuk gangguan fungsional, akibat kelelahan (terlalu banyak bicara,pidato), tidak ada kelainan pada pita suara
5. Bengkak atau tumor pada pita suara. Gangguan organis. Suara kurang keras dan tidak jelas. Penyebabnya dapat karena: 1) Infeksi pada pita suara, 2) Terlalu keras berteriak/ menyanyi dengan kurang memperhatikan pernafasan, 3) batuk-batuk
6. Gangguan diwaktu perubahan (pubertet)
Rongga-rongga penuturan:1) rongga mulut, 2) rongga hidung, 3) rongga dada. Rongga mulut dalam adalah rongga yang terletak di belakang anak lidah.
Rongga mulut yang terletak di depan anak lidah yaitu bagian yang membuat huruf-huruf bagian fonetik. Gangguan-gangguan dalam rongga mulut dan hidung: rhinolalia (sengau-sengauan).
– rhinolalia aperta ( udara dan semua bunyi lewat hidung )
– rhinolalia clausa ( udara dan huruf hidung tidak dapat lewat hidung, karena rongga mulut/rongga hidung tertutup)
– rhinolalia aperta ( sengau-sengauan karena tidak dapat menutup anggota hidung )
Sedangkan gangguan artikulasi dapat disebabkan: 1) Karena faktor organis, 2) Karena faktor fungsional.
Faktor Organis
1) Kelainan bawaan
2) Kelainan yang didapat setelah kalahiran
Kelainan bawaan dapat berupa: Langit-langit terbelah (clept palate), kelainan rahang, kelainan susunan gigi, kelainan dalam rongga hidung dan rongga hulu kerongkongan. Kelainan-kelainan rongga mulut dan hidung seperti disebutkan di atas.
Kelainan rahang / susunan gigi
1) Gigi terbuka ke depan, gigi seri rahang atas tidak dapat melewati gigi seri rahang bawah. Hal ini dapat menyebabkan terbuka dan posisi lidahnya terletak diantara gigi seri, akibatnya interdentalis.
2) Gigi terbuka ke sebelah. Gigi-gigi seri rahang atas ketika menutup mulut tidak bisa kena/melewati gigi-gigi rahang bawah, atau susunan gigi tidak teratur. Akibatnya ujaran jadi telor.
3) Prognasi: Rahang atas terlalu kedepan sehingga terdapat lubang antara kedua rahang, bibir tidak dapat menutup.
4) Progeni: Rahang bawah terlalu kedepan
5) Anomalio: Jumlah gigi atau graham tidak cukup
6) Kelainan lidah
7) Kelainan bibir: sumbing atau terbelah
8) Bibir atas terlalu kaku
Kelainan yang didapat setelah lahir, kelainan ini dapat terjadi karena luka, misalnya perforasi langit-langit, dan dapat terjadi akibat kelumpuhan, misalnya: kelumpuhan lidah sebagian atau seluruhnya, operasi polip, pendarahan dalam otak
Gangguan fungsional
Gangguan ini biasanya alat-alat artikulasi baik, tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Gangguan-gangguan ini antara lain:
1) Kesanggupan alat-alat artikulasi tidak baik, gerak-gerak otot tidak cukup halus.
2) Gangguan perhatian
3) Meniru gerakan artikulasi yang salah. Anak belajar bicara dengan meniru, apabila di sekelilingnya berartikulasi salah maka anak akan menirukan artikulasi yang salah tersebut.
4) Gangguan pendengaran
5) Lemah ingatan
6) Dyslalia
B. Optimalisasi Fungsi Pendengaran
Pendengaran memegang peran penting dalam pengembangan bahasa, terlebih dalam pengembangan berbahasa lisan. Apabila seseorang terganggu pendengarannya maka orang tersebut akan mengalami gangguan dalam berbahasa, khususnya dalam berbahasa lisan. Ini dapat dilihat pada anak-anak yang mengalami ketunarunguan, mereka pada umumnya perkembangan bahasanya mengalami keterlambatan. Untuk itu, mereka perlu diberikan pengalaman belajar dan latihan-latihan atau pembinaan-pembinaan terhadap sisa-sisa pendengaran yang masih dimilikinya, dan bagi mereka yang mengalami ketunarunguan sangat berat diberikan latihan-latihan pembinaan dan
penghayatan terhadap semua bunyi-bunyi yang ada di sekelilingnya agar perasaan vibrasinya dapat dioptimalkan untuk kegiatan meningkatkan kemampuan berbahasanya.
Optimalisasi fungsi pendengaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan direncanakan secara sistematis untuk memberikan pengalaman-pengalaman pembelajaran dan latihan-latihan mengakses bunyi-bunyian lewat indera pendengaran agar kemampuan mendengar menjadi semakin meningkat sehingga dapat dimanfaatkan dan difungsikan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa.
Kemampuan mendengar apabila tidak dijaga dan dilatih dapat menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan. Untuk itu, dalam optimalisasi fungsi pendengaran disamping pemberian pengalaman belajar dan latihan mengakses bunyi, perlu dilakukan kegiatan konservasi pendengaran agar kemampuan mendengar tidak semakin menurun kemampuannya. Kegitan konservasi pendengaran dapat dilakukan dengan cara-cara: (a) selalu merawat dan membersihkan saluran telinga, (b) selalu menggunakan alat bantu mendengar (ABM) dan, (c) selalu melakukan konsultasi dengan dokter THT.
Optimalisasi fungsi pendengaran pada tahapan awal dilakukan untuk melatih pendengaran dalam mengakses bunyi-bunyi latar belakang yang selalu hadir di lingkungannya. Latihan ini merupakan latihan yang paling mendasar dan sebagai prasyarat untuk latihan mengakses bunyi bahasa.
Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk latihan optimalisasi fungsi pendengaran diberikan secara bertahap mulai dari bahan-bahan untuk latihan menditeksi ada tidaknya bunyi, melokalisasi arah datang bunyi, dan bahan-bahan untuk latihan membedakan sifat-sifat bunyi. Bahan-bahan ini merupakan bahan atau materi yang paling dasar untuk pemberian pembelajaran atau latihan untuk mengoptimalkan fungsi pendengaran dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berbahasa anak yang mengalami gangguan pendengaran
Semua materi dan kegiatan pembelajaran pada pendidikan anak tunarungu terutama pada tingkat dasar harus dapat mendukung kegiatan pengembangan berbahasa, khususnya berbahasa secara wajar (lisan). Untuk itu, pembelajaran atau latihan mengoptimalkan sisa-sisa pendengaran maupun perasaan vibrasi dan latihan artikulasi merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang pengembangan kemampuan berbahasa lisan.
C. Rangkuman
Artikulasi adalah gerakan otot-otot bicara yang digunakan untuk berbicara. Otot-otot bicara yaitu bibir, lidah, velum, sedangkan yang menggerakkan otot-otot bicara tersebut yaitu syaraf cranial, yaitu nervus 10 atau nervus vagus, nervus 12 atau nervus gloso pharyngius dan nervus 5 9. Nervus 10 mensyarafi otot-otot velum, dan nervus 12 yang mensyarafi dinding pharing.
Jadi artikukasi dalam hal ini adalah gerakan-gerakan otot bicara yang digunakan untuk mengucapkan lambang-lambang bunyi bahasa yang sesuai dengan pola-pola yang standar sehingga dapat dipahami oleh orang lain.
Pengartikulasian bunyi bahasa atau suara akan dibentuk oleh koordinasi tiga unsur, yaitu unsur motoris (pernafasan), unsur yang bervibrasi (tenggorokan dengan pita suara), dan unsur yang beresonansi (rongga penuturan: rongga hidung, mulut dan dada).
Pengartikulasian bunyi bahasa dapat terjadi apabila ada model bunyi bahasa yang akan diartikulasikannya. Untuk mendapatkan model bunyi bahasa diperlukan adanya kemampuan mengakses bunyi bahasa tersebut. Untuk itu, salah satunya diperlukan kemampuan pendengaran yang cukup. Hal ini perlu ada kegaiatan mengoptimalkan fungsi pendengaran.
Optimalisasi fungsi pendengaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan direncanakan secara sistematis untuk memberikan pengalaman-pengalaman pembelajaran dan latihan-latihan
mengakses bunyi-bunyian lewat indera pendengaran agar kemampuan mendengar menjadi semakin meningkat sehingga dapat dimanfaatkan dan difungsikan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa.
Kemampuan mendengar apabila tidak dijaga dan dilatih dapat menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan. Untuk itu, dalam optimalisasi fungsi pendengaran disamping pemberian pengalaman belajar dan latihan mengakses bunyi, perlu dilakukan kegiatan konservasi pendengaran agar kemampuan mendengar tidak semakin menurun kemampuannya. Kegitan konservasi pendengaran dapat dilakukan dengan cara-cara: (a) selalu merawat dan membersihkan saluran telinga, (b) selalu menggunakan alat bantu mendengar (ABM) dan, (c) selalu melakukan konsultasi dengan dokter THT.
D. Evaluasi
Untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap kegiatan belajar ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini
1. Mengapa anak yang mengalami gangguan pendengaran perlu diberikan pengalaman belajar atau latihan cara-cara mengoptimalkan fungsi pendengaran ?
2. Bagaimana cara-cara yang dapat dilakukan agar sisa-sisa pendengaran yang mengalami gangguan pendengaran tidak semakin menurun ?
3. Buatlah pengertian optimalisasi fungsi pendengaran menggunakan bahasa anda ?
4. Bunyi bahasa dapat dibentuk apabila ada tiga unsur yang berkoordinasi. Unsur-unsur apa saja. Jelaskan!
5. Apabila terjadi kelainan pada rongga mulut, pengucapan (pengartikulasian) tidak akan sempurna. jelaskan
Daftar Pustaka
Bunawan, L. (1997), Komunikasi Total, Latar Belakang Pengembangan Sistem Isyarat Indonesia, Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdikbud
Monks, FJ & Knoers, dkk (2002), Psikologi Perkembangan, Pengantar dalam Berbagai Bagiannya, Jogyakarta: Gajah Mada University Press
Mukalel, J.C., (2003), Psychology of Language Learning, New Delhi: Discovery Publishing House

KLASIFIKASI DAN JENIS KETUNARUNGUAN

SERTA METODE PENGAJARAN BAHASA

BAGI ANAK TUNARUNGU


Easterbrooks (1997) mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut lokasi ganguannya:

 

  1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga.
  2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf auditer yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. (Ketunarunguan Andi tampaknya termasuk ke dalam kategori ini.
  3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses auditer yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan auditer ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya.

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, Ashman dan Elkins (1994) mengklasifikasikan ketunarunguan ke dalam empat kategori, yaitu:

  1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.
  2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).
  3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.
  4. Ketunarunguan berat sekali (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Mendengar percakapan normal tidak mungkin baginya, sehingga dia sangat tergantung pada komunikasi visual. Sejauh tertentu, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu dengan kekuatan yang sangat tinggi (superpower).

Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang, 20% berat, dan 10% tidak dapat dipastikan (Cameron, 1982, dalam Ashman dan Elkins, 1994).

Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.

Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara. Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz (Ashman & Elkins, 1994).

Metode dan Pendekatan Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu
Perdebatan tentang cara terbaik untuk mengajar anak tunarungu berkomunikasi telah marak sejak awal abad ke-16 (Winefield, 1987). Perdebatan ini masih berlangsung, tetapi kini semakin banyak ahli yang berpendapat bahwa tidak ada satu sistem komunikasi yang baik untuk semua anak (Easterbrooks, 1997). Pilihan sistem komunikasi harus ditetapkan atas dasar individual, dengan mempertimbangkan karakteristik anak, sumber-sumber yang tersedia, dan komitmen keluarga anak terhadap metode komunikasi tertentu.

 

 

Metode Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu

Terdapat tiga metode utama individu tunarungu belajar bahasa, yaitu dengan membaca ujaran, melalui pendengaran, dan dengan komunikasi manual, atau dengan kombinasi ketiga cara tersebut.

1)   Belajar Bahasa Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)

Orang dapat memahami pembicaraan orang lain dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya. Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir (Berger, 1972). Di antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa. Seseorang dapat menjadi pembaca ujaran yang baik bila ditopang oleh pengetahuan yang baik tentang struktur bahasa sehingga dapat membuat dugaan yang tepat mengenai bunyi-bunyi yang “tersembunyi” itu. Jadi, orang tunarungu yang bahasanya normal biasanya merupakan pembaca ujaran yang lebih baik daripada tunarungu prabahasa, dan bahkan terdapat bukti bahwa orang non-tunarungu tanpa latihan dapat membaca bibir lebih baik daripada orang tunarungu yang terpaksa harus bergantung pada cara ini (Ashman & Elkins, 1994).
Kelemahan sistem baca ujaran ini dapat diatasi bila digabung dengan sistem cued speech (isyarat ujaran). Cued Speech adalah isyarat gerakan tangan untuk melengkapi membaca ujaran (speechreading).

Delapan bentuk tangan yang menggambarkan kelompok-kelompok konsonan diletakkan pada empat posisi di sekitar wajah yang menunjukkan kelompok-kelompok bunyi vokal. Digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997). Cued Speech dikembangkan oleh R. Orin Cornett, Ph.D. di Gallaudet University pada tahun 1965 66. Isyarat ini dikembangkan sebagai respon terhadap laporan penelitian pemerintah federal AS yang tidak puas dengan tingkat melek huruf di kalangan tunarungu lulusan sekolah menengah. Tujuan dari pengembangan komunikasi isyarat ini adalah untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak tunarungu dan memberi mereka fondasi untuk keterampilan membaca dan menulis dengan bahasa yang baik dan benar. Cued Speech telah diadaptasikan ke sekitar 60 bahasa dan dialek. Keuntungan dari sistem isyarat ini adalah mudah dipelajari (hanya dalam waktu 18 jam), dapat dipergunakan untuk mengisyaratkan segala macam kata (termasuk kata-kata prokem) maupun bunyi-bunyi non-bahasa. Anak tunarungu yang tumbuh dengan menggunakan cued speech ini mampu membaca dan menulis setara dengan teman-teman sekelasnya yang non-tunarungu (Wandel, 1989 dalam Caldwell, 1997).

2)   Belajar Bahasa Melalui Pendengaran

Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua tingkat ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam. Komponen eksternal dan internal tersebut dihubungkan secara elektrik. Prostesis cochlear implant dirancang untuk menciptakan rangsangan pendengaran dengan langsung memberikan stimulasi elektrik pada syaraf pendengaran (Laughton, 1997).

Akan tetapi, meskipun dalam lingkungan auditer terbaik, jumlah bunyi ujaran yang dapat dikenali secara cukup baik oleh orang dengan klasifikasi ketunarunguan berat untuk memungkinkannya memperoleh gambaran yang lengkap tentang struktur sintaksis dan fonologi bahasa itu terbatas. Tetapi ini tidak berarti bahwa penyandang ketunarunguan yang berat sekali tidak dapat memperoleh manfaat dari bunyi yang diamplifikasi dengan alat bantu dengar. Yang menjadi masalah besar dalam hal ini adalah bahwa individu tunarungu jarang dapat mendengarkan bunyi ujaran dalam kondisi optimal. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan individu tunarungu tidak dapat memperoleh manfaat yang maksimal dari alat bantu dengar yang dipergunakannya. Di samping itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar alat bantu dengar yang dipergunakan individu tunarungu itu tidak berfungsi dengan baik akibat kehabisan batrai dan earmould yang tidak cocok.

3)   Belajar Bahasa secara Manual

Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional. Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa komunikasi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran lengkap tentang bahasa kepada tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinya dengan baik. Kerugian penggunaan bahasa isyarat ini adalah bahwa para penggunanya cenderung membentuk masyarakat yang eksklusif.

 

Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa bagi Anak Tunarungu

Pengajaran bahasa secara terprogram bagi anak tunarungu harus dimulai sedini mungkin bila kita mengharapkan tingkat keberhasilan yang optimal. Terdapat dua pendekatan dalam pengajaran bahasa kepada anak tunarungu secara dini, yaitu pendekatan auditori-verbal dan auditori-oral.

 

 

Pendekatan Auditori verbal

Pendekatan auditori-verbal bertujuan agar anak tunarungu tumbuh dalam lingkungan hidup dan belajar yang memungkinkanya menjadi warga yang mandiri, partisipatif dan kontributif dalam masyarakat inklusif. Falsafah auditori-verbal mendukung hak azazi manusia yang mendasar bahwa anak penyandang semua tingkat ketunarunguan berhak atas kesempatan untuk mengembangkan kemampuan untuk mendengarkan dan menggunakan komunikasi verbal di dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Pendekatan auditori verbal didasarkan atas prinsip mendasar bahwa penggunaan amplifikasi memungkinkan anak belajar mendengarkan, memproses bahasa verbal, dan berbicara. Opsi auditori verbal merupakan strategi intervensi dini, bukan prinsip-prinsip yang harus dijalankan dalam pengajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk mengajarkan prinsip-prinsip auditori verbal kepada orang tua yang mempunyai bayi tunarungu (Goldberg, 1997).

Prinsip-prinsip praktek auditori verbal itu adalah sebagai berikut:

  • Berusaha sedini mungkin mengidentifikasi ketunarunguan pada anak, idealnya di klinik perawatan bayi.
  • Memberikan perlakuan medis terbaik dan teknologi amplifikasi bunyi kepada anak tunarungu sedini mungkin.
  • Membantu anak memahami makna setiap bunyi yang didengarnya, dan mengajari orang tuanya cara membuat agar setiap bunyi bermakna bagi anaknya sepanjang hari.
  • Membantu anak belajar merespon dan menggunakan bunyi sebagaimana yang dilakukan oleh anak yang berpendengaran normal.
  • Menggunakan orang tua anak sebagai model utama untuk belajar ujaran dan komunikasi lisan.
  • Berusaha membantu anak mengembangkan sistem auditori dalam (inner auditory system) sehingga dia menyadari suaranya sendiri dan akan berusaha mencocokkan apa yang diucapkannnya dengan apa yang didengarnya.
  • Memahami bagaimana anak yang berpendengaran normal mengembangkan kesadaran bunyi, pendengaran, bahasa, dan pemahaman, dan menggunakan pengetahuan ini untuk membantu anak tunarungu mempelajari keterampilan baru.
  • Mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak dalam semua bidang.
  • Mengubah program latihan bagi anak bila muncul kebutuhan baru.
  • Membantu anak tunarungu berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan maupun sosial bersama-sama dengan anak-anak yang berpendengaran normal dengan memberikan dukungan kepadanya di kelas reguler.

Hasil penelitian terhadap sejumlah tamatan program auditori verbal di Amerika Serikat dan Kanada (Goldberg & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997) menunjukkan bahwa mayoritas responden terintegrasi ke dalam lingkungan belajar dan lingkungan hidup “reguler”. Kebanyakan dari mereka bersekolah di sekolah biasa di dalam lingkungannya, masuk ke lembaga pendidikan pasca sekolah menengah yang tidak dirancang khusus bagi tunarungu, dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Di samping itu, keterampilan membacanya setara atau lebih baik daripada anak-anak berpendengaran normal (Robertson & Flexer, 1993, dalam Goldberg, 1997).

 

 

Pendekatan Auditori Oral

Pendekatan auditori oral didasarkan atas premis mendasar bahwa memperoleh kompetensi dalam bahasa lisan, baik secara reseptif maupun ekspresif, merupakan tujuan yang realistis bagi anak tunarungu. Kemampuan ini akan berkembang dengan sebaik-baiknya dalam lingkungan di mana bahasa lisan dipergunakan secara eksklusif. Lingkungan tersebut mencakup lingkungan rumah dan sekolah (Stone, 1997).

Elemen-elemen pendekatan auditori oral yang sangat penting untuk menjamin keberhasilannya mencakup:

  • Keterlibatan orang tua. Untuk memperoleh bahasa dan ujaran yang efektif menuntut peran aktif orang tua dalam pendidikan bagi anaknya.
  • Upaya intervensi dini yang berfokus pada pendidikan bagi orang tua untuk menjadi partner komunikasi yang efektif.
  • Upaya-upaya di dalam kelas untuk mendukung keterlibatan anak tunarungu dalam kegiatan kelas.
  • Amplifikasi yang tepat. Alat bantu dengar merupakan pilihan utama, tetapi bila tidak efektif, penggunaan cochlear implant merupakan opsi yang memungkinkan.

Mengajari anak mengunakan sisa pendengaran yang masih dimilikinya untuk mengembangkan perolehan bahasa lisan merupakan hal yang mendasar bagi pendekatan auditori oral. Meskipun dimulai sebelum anak masuk sekolah, intervensi oral berlanjut di kelas. Anak diajari keterampilan mendengarkan yang terdiri dari empat tingkatan, yaitu deteksi, diskriminasi, identifikasi, dan pemahaman bunyi. Karena tujuan pengembangan keterampilan mendengarkan itu adalah untuk mengembangkan kompetensi bahasa lisan, maka bunyi ujaran (speech sounds) merupakan stimulus utama yang dipergunakan dalam kegiatan latihan mendengarkan itu. Pengajaran dilakukan dalam dua tahapan yang saling melengkapi, yaitu tahapan fonetik (mengembangkan keterampilan menangkap suku-suku kata secara terpisah-pisah) dan tahapan fonologik (mengembangkan keterampilan memahami kata-kata, frase, dan kalimat). Pengajaran bahasa dilaksanakan secara naturalistik dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada diri anak, tidak dalam setting didaktik. Pada masa prasekolah, pengajaran bagi anak dan pengasuhnya dilakukan secara individual, tetapi pada masa sekolah pengajaran dilaksanakan dalam setting kelas inklusif atau dalam kelas khusus bagi tunarungu di sekolah reguler. Setting pengajaran ini tergantung pada keterampilan sosial, komunikasi dan belajar anak.

Keuntungan utama pendekatan auditori-oral ini adalah bahwa anak mampu berkomunikasi secara langsung dengan berbagai macam individu, yang pada gilirannya dapat memberi anak berbagai kemungkinan pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Geers dan Moog (1989 dalam Stone, 1997) melaporkan bahwa 88% dari 100 siswa tunarungu usia 16 dan 17 tahun yang ditelitinya memiliki kecakapan berbahasa lisan dan memiliki tingkat keterpahaman ujaran yang tinggi. Kemampuan rata-rata membacanya adalah pada tingkatan usia 13 hingga 14 tahun, yang hampir dua kali lipat rata-rata kemampuan baca seluruh populasi anak tunarungu di Amerika Serikat.

ditulis oleh Administrator Dinas Pendidikan Luar Biasa Provinsi Jawa Barat
(Dicuplik darihttp://dtarsidi.blogspot.com/2007/08/studikasustunarungu.html, oleh Kurnaeni)

 

A. Pengertian dan Klasifikasi Gangguan Pendengaran

1. Pengertian

Tunarungu dapat di artikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai ransangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian anak tunarungu telah banyak di kemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya mengandung pengertian yang sama.
Di kemukakan dari beberapa definisi bahwa definisi anak tunarungu dan dapat di tarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of hearing) maupu seluruhnya (deaf) yang menyebabkan pendengarannya tidak memiliki nilai fungsional di dalm kehidupan sehari- hari.

2. Klasifikasi tunarungu

a. Klasifikasi secara etiologis
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
Yaitu pembagian berdasarkan sebab- sebab, tunarungu di sebabkan beberapa factor
1. pada saat sebelum melahirkan
a. salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu mempunyai gen sel pembawa abnormal
b. karena penyakit misalnya sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit- penyakit yang di derita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella, moribili, dan lain-lain
c. karena keracunan obat- obatan : pada suatu kehamilan ibu meminum obatan terlalu banyak,atau ibu meminum obat penggur kandungan, hal ini menyebabkan ketunarunguan pada anak yang lahir.
2. pada saat kelahiran
a. prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya
3. pada saat setelah kelahiran (post natal)
a. karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh
b. Klafikasi menurut taraf

klasifikasi menurut tarafnya dapat di ketahui dengan tes audiometeris. Untuk kepentingan pendidikan ketarungan.
3. Pengaruh Pendengaran Pada Perkembangan Bicara dan Bahasa

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban.
Bahasa mempunyai fungsi dan peran pokok sebagai mesia untuk berkomunikasi. Dalam fungsinya dapat pula di bedakan berbagai peranan lain dari bahasa seperti:
• Bahasa sebagai wahana untuk mengadakan kontak atau hubungan
• Untuk mengungkapkan perasaan, kebutuhan, dan keinginan
• Untuk mengatur dan menguasai tingkah laku orang lain
• Untuk pemberian orang lain
• Untuk memperoleh pengetahuan
Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi anak tunarungu terutama yang tergolong tunarungu total tentu tidak mungkin untuk sampai pada penguasaan bahasa melaui pendengarannya, melainkan harus melalui pendengarannya. Oleh sebab itu komunikasi bagi anak tunarungu mempergunakan segala aspek yang ada pada dirinya adapun media komunikasi yang dapat di gunakan adalah:
• Anak tunarungu yang mampu bicara, tetap menggunakan bicara sebagai media dan membaca ujaran sebagai sarana penerimaan dari pihak anak tunarungu
• Mengunakan isyarat sebagai media

4. Perkembangan Kongnitif Anak Tunarungu

Umunya intelegensi anak tunarungu secara potensial sama dengan anak normal tapi di pengaruhi oleh tingkat kemampuan berbahasanya, keterbatasan informasi, dan kiranya daya abstraksi anak. Dan mengakibatkan penghambat proses pencapaian yang lebih luas. Kerendahan tingkat intelegensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang tidak semua aspek intelegensi terhambat, aspek intelegensi yang terhambat perkembanganya ialah bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian hubungan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian
5. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu
Kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan sering kali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negative atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan keimbangan dan keragu- raguan emosi anak tunarungu selalu bergolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila di tegur oleh orang yang tidak di kenalnya akan tampak resah dan gelisah.

6. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu

Anak tunarungu memiliki kelainan dalam segi fisik biasanya akan menyebabkan suatu kelainan dalam penyusuaian diri terhadap lingkungan. Anak tunarungu bsnysk di hinggapi kecemasan karena menghadapi lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya, anak tunarungu sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang bermacam- macam.kesulitan bahasa tidak dapat di hindari untuk anak tunarungu, namun tidaklah demikian karena anak ini mengalami hambatan dalam bicara

7.Perkembangan Prilaku Anak Tunarungu

Pertemuan antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima ransangan pendengaran, kemiskinan berbahasa, ketidaktetapan emosi, dan keterbatasan intelegensi di hubungkan denagn sikap lingkungan terhadapnya menghambat perkembangan kepribadiannya

8.Masalah –masalah dan dampak ketunaruguan bagi individu, keluarga, masyarakat, dan penyelengaraan pendidikan
Bagi anak tunarungu sendiri

Anak tunarungu sulit mengartikan kata- kata yang mengandung kiasan, adanya ganguan bicara, maka hal- hal itu merupakan sumber masalah pokok bagi anak tersebut
•Bagi keluarga

Lingkungan keluarga merupakan factor yang mempunyai pengaruh penting dan kuat terhadap perkembangan anak trauma atau anak luar biasa. Anak ini memiliki hambatan sehinga mereka sulit menerima norma lingkungannya tidak mudah bagi orang tua untuk menerima kenyataan bahwa anaknya menderita kelainan atau cacat. Reaksi orang tua menghetahui bahwa anaknya menderita tunarunggu adalah merasa terpukul dan bingung dan timbulnya rasa bersalah.

9.Bagi Masyarakat.

Pada umunya orang masih berpendapat bahwa ank tunarungu tidak dapat berbuat apapun. Pandangan semacam ini sangat merugikan anak tunarungu untuk memperoleh lapangan kerja, dan dia bersaing dengan orang normal. Sulit mendapatkan lapangan kerja mengakibat kecemasan baik dari anak itu sendiri maupun dari keluarganya, sehingga lembaga pendidikan dianggap tidak dapat berbuat sesuatu karena ank tidak dapat berkerja sebagaimana biasanya.

10.Bagi Penyelengara Pendidikan

Persoalan baru yang perlu mendapat perhatian jika anak tunarungu tetap saja harus sekolah pada sekolah khusus (SLB), adalah jika anak- anak tunarungu itu tempatnya jauh dari SLB,maka tentu saja mereka tidak dapat bersekolah. Usaha lain muncul dengan di dirikan asrama di samping sekolah khusus itu. Usaha lainnya yang mungkin akan dapat mendorong anak tunarungu dapat bersekolah dengan cepat adalah mereka mengikuti pendidikan pada sekolah normal atau biasa dan di sediakan program- program khusus bila mereka tidak mampu mempelajari bahan pelajaran seperti anak normal.

Tunarungu Hambatan dan Solusinya

Posted: July 19, 2010 in artikelpedomanTunarungu
Tags: Tunarungu

0

Empat hal yang harus dilakukan bagi orangtua

S: SERVE them with SINCERE INTEREST ( layani mereka dengan tulus hati )

Anak tunarungu lebih sensitive, mereka akan merasa, kalau kita tidak tulus, segan melayani atau tidak peduli dengan mereka. Lahir dengan gangguan pendengaran dampaknya lebih serius daripada gangguan penglihatan. Semua yang diketahui anak tunarungu karena mereka “diberi tahu” dan “diajarkan”. Dengan demikian orangtua mempunyai peran dan tanggung jawab “melayani” mereka dalam arti “memberi informasi dan pengetahuan”

A:ATTENTION with AFECTION ( Perhatian dengan afeksi )

Tuli adalah musibah yang sangat menyedihkan (the most dseperate of human calamities). Mengapa? karena mereka biasanya diabaikan. Ini sebenarnya masih untung, lebih parah lagi kalau mereka kesepian dan ditolak. Orangtua, ingat anak tunarungu pun membutuhkan CINTA dan DISIPLIN.

L:LOOK BEYOND with your SENSITIVE LISTENING SKILL and HEART

Jangan melihat kegagalan anak sebagaimana yang tertera di rapor mereka. Coba bersabar dan cari akar masalahnya, analisa kekuatan dan kelemahannya. Dari sini, orangtua bisa lebih memahami dan coba bekerjasama dengan guru dan para ahli untuk mengatasinya.

T: TOTALLY TUNE INTO THEIR LIVES.

Saya menyadari bahwa hadirnya anak tunarungu di dalam keluarga membawa perubahan besar bagi setiap anggota keluarga. Kita semua harus menata kembali kehidupan ini, juga dengan keuangan dan lain-lainnya. Tetapi, tetaplah “bertahan” ingat “pemenang selalu melalui pengorbanan dan yang kalah selalu banyak berdalih”. (winner always make sacrifices and losers always make excuse).

Masalah yang dialami anak dengan gangguan pendengaran berat adalah :

memproses informasi.
Anak akan mengalami interupsi dalam proses kognitifnya, karena perhatian terhadap stimulus, penerimaan stimulus, pemprosesan informasi yang masuk dan pengekspresiannya akan terganggu, karena ketuliannya.

daya ingat.
Anak sulit mengingat urutan yang diberikan baik secara verbal atau visual, karena daya ingat ini tergantung pada kemampuan bahasa reseptif dan ekspresif anak.

Berpikir logis dan abstrak.
Anak akan menunjukkan keterlambatan yang signifikan pada usia akhir Taman Kanak-Kanak, karena pengalam mereka hanya terbatas pada kemampuan sensomotorik dan proses visual spatial, tanpa pengalamn verbal. Keterbatasan bahasa akan mempengaruhi kemampuan berpikir logis, abstrak, proses berpikir tingkat tinggi dan kemampuan memecahkan masalah.

Prestasi akademis
Biasanya prestasi mereka lebih rendah.

Pemenuhan kebutuhan akan rasa aman, diterima dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri juga terpengaruh.
Mereka biasanya merasa rendah diri, lemah dan tidak berdaya. Perasaan terisolasi sangat terasa. Karena itu mereka biasanya mengalami masalah sosial dan emosi.

kematangan
Mereka merasa frustasi, kesepian, tidak berdaya dan sangat sedih. ini semua mempengaruhi tingkat kematangannya sebagai individu.

Mengatasi hambatan diatas, digunakan media teknologi dan secara konsisten membuka wawasan anak runarungu melalui “exposure” ke dunia luar. Guru juga banyak menjelaskan secara konkrit melalui komunikasi manual, gerakan dan “acting”. Membaca buku, menonton acara televisi dengan “subtitle” sangat membantu daya asosiasi dan pemahaman atr.

Memberikan pengayaan yang merangsang proses kognitifnya dengan merefleksi, menganalisa dan mengkomunikasikan kembali pengalaman atau proses yang baru dilaluinya. Mendayagunakan fungsi belahan otak kanan dengan merancang materi pengajaran melalui permainan, peragaan, menggambar, menyanyi, drama, bercerita dan berimajinasi, sedemikian rupa agar kedua belahan otak kiri dan kanan berfungsi optimal.

 

i wan is themes..

WordPress.com News

I want to let you in on a little secret: when we launched Lovebirds and Ever After almost two weeks ago, we reached 200 active themes on WordPress.com! With so many amazing new themes coming out, we thought it was time for an overhaul of the Theme Showcase.

More Visual

I always judge books by their covers and themes by their screenshots, but the old Theme Showcase’s tiny screenshots made that last one really hard. That problem is now just a fading memory:

Theme Showcase screenshot

And, like everything on WordPress.com these days, these screenshots are HiDPI/retina-ready!

Faster

We now only show the first 20 or so results, loading more as needed with Infinite Scroll. This, and a bunch of other behind-the-scenes improvements will keep things nice and snappy while you look for the perfect theme for your blog. To top it off, all your searches and filters are quickly returned on…

Lihat pos aslinya 13 kata lagi

Kurniawan's Blog

Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat

HIMA PLB UNINUS

Smile! You’re at the best WordPress.com site ever

Plbfkipuninus's Blog

Just another WordPress.com site

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.

Kurniawan's Blog

Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat

HIMA PLB UNINUS

Smile! You’re at the best WordPress.com site ever

Plbfkipuninus's Blog

Just another WordPress.com site

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.